Jumat, Juni 21, 2013

balada sepeda pandji

saya pernah begitu khawatir dan bertanya tanya 'bagaimana kelak saya mengajarkan pandji tentang segala yang ada di dunia ini karena begituuu banyak hal yang harus dia tahu.

Di usia 1.5- 2 tahun dia bisa menghapal berbagai macam alat musik dengan cepat. 
hanya lihat gambarnya 1-2 kali saja selanjutnya dia akan hafal di luar kepala. 
ketika saya mengkategorikan alat musik tsb dia juga dengan cepat mengingatnya. 
apa saja alat musik tiup- apa saja alat musik gesek- apakah itu perkusi dsb. 

lalu bersamaan dengan itu saya memperkenalkan warna dan macam- macam binatang. 
hasilnya tidak sedahsyat mempelajari alat musik. pandji cepat sekali bosan, menjawab "hijau" untuk semua warna yang saya tunjuk, dan hanya menghafal sapi dan harimau untuk kategori binatang. 

ketika suatu hari kami survey ke sebuah sekolah TK, kepala sekolahnya juga sangat takjub dengan pengetahuan musik nya pandji. lalu saya sedikit berkeluh kesah kalau untuk menghafal warna dan binatang kok dia sangat susah dan cepat bosan. menurut beliau otak kanan-nya pandji lebih dominan, kalau sudah begitu, lebih mudah untuk si otak kirinya mengimbangi. *atau gimana ya bahasanya waktu itu? :o

lalu saya berhenti mengajarkannya satu persatu. sampai suatu ketika dia bertanya sendiri, memberikan saya sebuah pilihan seperti "ibu mau es krim nya yg warna apa?- ibu pilih buku warna apa?" nah tak diduga tak dinyana dengan cara seperti itu dia malah cepat hafal. pun dengan binatang, ketika dia lihat gambar yang bergerak dan bersuara dia jadi cepat hafal. sapi suaranya bagaimana- harimau bagaimana- singa seperti apa- gajah bagaimana. dan dia akan lebih senang kalau dideskripsikan lebih detail lagi, seperti apa bedanya singa dan harimau, bagaimana bentuk fisiknya gajah- kelinci dan binatang lainnya. 

sejak itu saya tidak pernah lagi mengajarkannya secara text book. semua tunjuk langsung, sentuh langsung dan lihat langsung, terkadang saya bertingkah polah meniru perilaku binatang tsb, meloncat untuk kelinci, menjulurkan tangan di depan hidung untuk gajah dan sebagainya. 

ketika pandji menginjak usia 3 tahun, di lingkungan kami hanya dia yang belum bisa naik sepeda (roda tiga ataupun roda empat), maunya didorong aja dan tidak ada keinginan si kaki untuk menggoes. karena berkaca dari pengalaman sebelumnya jadi saya cuek aja. saya pikir karena toh dia juga belum tertarik main sepeda, biar aja lah suka- suka dia. 
lalu seorang sepupu baru saja membelikan sepeda baru untuk anaknya karena yang lama sudah kekecilan. iseng iseng sepeda lamanya saya minta. sepeda roda empat yang hampir karatan dan satu karet ban nya sudah lepas. 

saya ajarkan teori menggoes pada pandji. dan lagi. dia menyerah. hanya satu- dua gowes *yang selalu dimulai dengan kaki kanan* dia turun dan bilang "ibu aja deh dorong sepedanya, aku mau jalan aja, capek ini ga nyampe2" 
dan teronggok- lah sepeda lungsuran itu sampai bagian depannya benar- benar karatan *maaf ya sepupuuu.. :|

dan beberapa hari yang lalu.
"mbak" sebelah rumah datang dengan sepeda. iseng, saya coba sepeda itu dan ajak pandji membonceng di depan. kami hanya memutar ke depan gang- balik lagi dan seterusnya, ternyata dia ketagihan. langsung merengek minta ke minimarket terdekat untuk beli sepeda. *haaaahhh*

saya sungguh tak menduga dia akan bereaksi seperti ini. 

lalu saya buat kesepakatan saat itu juga. belajar dulu pakai sepeda yang lama, kalau sudah bisa kita pecah celengannya, baru beli sepeda yang baru. deal! dia setuju. 
sore itu juga kami keluarkan sepeda -yang sekarang sudah resmi karatan- itu. berikan langsung ke pandji dan taraaaaaa... dia langsung bisa menggowes dan lancar jalannya saat itu juga. 


sepeda lawas yg udah karatan

saya takjub setengah mati dan mau nangis rasanyaaaa. 
jadi sepertinya pandji kemarin2 males belajar sepeda karena ngga pernah lihat orang tuanya bersepeda juga. dia bisa lancar meniru gambar kami karena setiap hari melihat dan mempelajari tarikan garis2nya. nah kalau sepeda ga pernah ada role modelnya. namapun anak yaaaa, peniru ulung dan yang pertama ditiru pasti lah orang tuanya duluan. 
ketika sore itu saya bersepeda sama dia, jadilah dia seketika belajar dan meniru dengan cepat. 

dan tadi malam kami menepati janji untuk membongkar celengan. 
sebenarnya si kakung dan uti nya udah ribut mau langsung dibeliin aja tanpa bongkar bongkar celengan. tapi kami ingin menanamkan poin bahwa untuk mendapatkan sesuatu dia harus berusaha dulu (belajar naik sepeda) dan terkadang ada yang harus dikorbankan untuk mendapatkannya (celengan). tapi biar yangkung dan yangti nya bisa ikutan berpartisipasi akhirnya kami sepakat kalau hasil celengannya nanti kurang memadai buat beli sepeda, mereka boleh nambahin (pasti kurang si :D) 


bongkar celengan

pandji sepertinya menangkap sekali maknanya. bangun tidur tadi pagi langsung inget dan bilang "aku kan udah pecahin celengan, jadi nanti beli sepeda ya bu..." :) 

sepeda baru akhirnyaaa


pesan moral kami. 

manusia berproses. anak- anak bertumbuh. 
mereka terlahir dengan otak yang sangat cerdas yang saya pun sebagai orang tua tidak bisa mengukurnya. 

kami berharap bahwa pandji nantinya bisa menghargai sebuah proses. 
bukan hanya menuntut sebuah hasil ataupun materi. semoga. 
 

Blog Template by BloggerCandy.com